KARENA BANJIR BUKAN TAKDIR
Karena
banjir bukan takdir
Sejenak
setelah merayakan tahun baru, Indonesia kembali berpesta duka dengan topik
Indonesia dalam bencana. Menurut BNPB terhitung sejak awal januari sampai akhir
minggu kedua saja sudah tercatat 91 kali bencana yang memakan korban 27 orang meninggal, hampir 225
ribu jiwa mengungsi, rumah rusak 2500. Dan itu belum akan berakhir karena
sampai akhir minggu ketiga ini tren korban yang berjatuhan akibat bencana terus
meningkat, banjir di DKI yang terus meluas, banjir dan longsor di pantura timur
jawa tengah, juga tak kalah dahsyatnya.
Kejadian bencana yang kerap
menyapa kita ini tidak terjadi begitu saja, harus ada aktor yang bertanggung jawab, agar upaya penanggulangan
bencana tidak seperti menggarami lautan, karena terkesan banyak sudah program
dan proyek toh permasalahanya tak kunjung usai. Manusia sebagai wakil tuhan di
dunia adalah aktor penting yang harus kita koreksi antara peran yang seharusnya
dan peran yang telah di lakukanya selama ini. “Telah
nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan
(maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Manusia
dan alam
Dalam
konsep teologi alam adalah yang selain tuhan sebagai pencipta alam raya, secara
ekologi manusia adalah bagian integral dari lingkungan hidup. Namun sejarah
telah mencatat karena kerakusannya manusia telah alam memperlakukan alam
sebagai obyek eksploitasi untuk memenuhi keinginanya yang tak akan pernah
mengenal kata akhir. Alampun bereaksi untuk menyeimbangkan diri, longsor,
banjir, adalah derivasi bencana yang seharusnya bisa di cegah.
Pemahaman
tentang takdir
Takdir menurut istilah, adalah
ukuran yang sudah ditentukan Tuhan sejak zaman azali baik atau buruknya
sesuatu, tetapi boleh saja berubah jika ada usaha untuk merubahnya. Sehingga,
jika Allah telah mentakdirkan demikian, maka itu berarti bahwa Allah telah
memberi kadar/ ukuran/ batas tertentu dalam diri, sifat atau kemampuan maksimal
makhluknya. Kemampuan pada diri manusia inilah yang boleh berubah, dan
terkadang memang mengalami perubahan disebabkan oleh usaha manusia itu sendiri.
M.
qurais syihab menyatakan bahwa dengan
adanya Takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menentukan masa depanya
sendiri, sambil memohan bantuan Ilahi.
Banjir yang melanda negeri inipun
juga bisa kita fahami sebagai takdir yang maha kuasa, sebagai akibat dari dosa
yang telah kita perbuat, namun pemaknaanya yang terjadi dilapangan cenderung
magic dan fatalistic, menganggap musibah banjir sebagai kejadian yang tak bisa
di tolak serta melakukan ritual keagamaan yang pada prakteknya tidak ada upaya
pencegahan apalagi memperlakukan alam sebagai sahabat.
Banjir memang telah ditakdirkan bagi
umat yang hoby menjarah hutan, bagi
masyarakat yang tak peduli pada kebersihan memperlakukan sampah seenaknya,
serta bangunan-bangunan mewah sebagai symbol kemajuan merampas lahan terbuka
hijau di perkotaan. Mari kita bertaubat atas segala dosa yang telah kita
perbuat, tentunya akan sia-sia ucapan tobat kita kalau perilaku para pendosa
terus kita perbuat.



Komentar
Posting Komentar